Minggu, 30 Oktober 2016

"THE DEATH RAILWAY"

TUGU PAHLAWAN KERJA
PEKANBARU RIAU

Selain monumen/tugu Purwa Aswa Purba, dengan Lok TC.10.08, lokasi di sebelah selatan setasiun Bandung,  serta tugu/monumen KA lainnya yang tersebar di beberapa daerah. Diluar teritori (wilayah) PT. KAI terdapat juga monumen “Tugu Pahlawan Kerja” di Pekanbaru, berlokasi di Jln. Kaharuddin Nasution, Simpang Tiga, Kecamatan Bukitraya, Pekanbaru. Dengan waktu tempuh sekitar sepuluh menit dari Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II.

Sejarah mencatat, sebelum Perang Dunia II pemerintah kolonial Belanda telah membuat rencana pembangunan jaringan jalan rel kereta api  dari Muaro Sijunjung - Pekanbaru, yang akan memperluas jaringan Nederlands-Indische Staatsspoorwegen sepanjang 215 km, mulai dari sumatera barat ke pelabuhan Pekanbaru/Selat Malaka.

Tapi medan yang dihadapi begitu berat, harus banyak dibuat terowongan, melintasi hutan belantara yang masih perawan, sungai yang deras dan lebar, serta harus banyak membangun jembatan. Karena belum dianggap layak, rencana itu tersimpan saja di arsip Nederlands-Indische Staatsspoorwegen (Perusahaan Negara Kereta Api Hindia Belanda).

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Jepang mengetahui rencana Kolonial Belanda, penguasa militer Jepang melihatnya sebagai solusi keluar dari persoalan yang mereka hadapi. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Sumatera Barat dan pantai timur Sumatera, akan membuat jalur transportasi yang menghindari Padang dan Samudera Hindia yang dijaga ketat kapal perang Sekutu. 

Tujuan Jepang melakukan ini agar memperpendek langkah mereka dalam memperluas jajahan hingga ke Selat Malaka dan juga selain membangun jalur kereta api untuk transportasi singkat menuju Selat Malaka, Jepang juga sekaligus mencari harta benda berupa emas di Kuansing dan Batu Bara untuk keperluan perang mereka.

Jatuhnya korban pertama diawali dari  pengiriman romusha dan tawanan perang asing yang dikirim dari pulau jawa yang tidak pernah sampai ke Pekanbaru, kapal yang mereka tumpang bernama Kapal Maru Junyo yang membawa 6.500 orang tenggelam di barat perairan Muko-Muko Bengkulu, setelah terkena torpedo kapal selam Kerajaan Inggris HMS Tradewind, hal itu mengakibatkan sekitar 5.620 orang tewas.

Pekerjaan dimulai September 1943,  menurut data yang dikumpulkan George Duffy, dipekerjakan romusha (pekerja paksa) asal pulau jawa sebanyak 100.000 orang, tawanan Belanda 4.000 orang, serdadu Inggris 1.000 orang, Sisanya, 200 serdadu Australia dan 15 tentara Amerika.

Romusha dari pulau jawa semula di iming-imingi untuk belajar tentang perminyakan di Indragiri Hulu. Akan tetapi hanya kebohongan dan penyiksaan yang mereka dapatkan selama dalam proyek itu, mereka mendapat perlakuan yang buruk dan kasar dari para tentara Jepang,  belum lagi kondisi alam yang masih liar, dan penyakit tropis seperti malaria, diare, dan disentri, hingga akhirnya meninggal tanpa diketahui keluarga, tanpa penghormatan, serta tanpa belas kasihan para penjajah kala itu.

Menurut alm. H. Rosihan Anwar, jumlah korban yang tewas dari tahanan perang asing berjumlah 2.596 orang sedangkan korban dari romusha asal pulau jawa 80.000 orang.

Dalam pengerjaan jalur kereta api Pekanbaru-Muaro ini menggunakan material kereta api – rel, lokomotif dan gerbong, didatangkan dari tempat lain, termasuk beberapa lokomotif bekas Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) and Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).

Pembangunan jalan rel dibangun secara asal-asalan karena Tentara Jepang dan romusha tidak mengerti bagaimana cara membangun jalan rel yang baik, hanya menggunakan tenaga manusia dan peralatan sederhana, bantalan rel dibuat dari kayu apa saja yang ada di hutan, rawa-rawa di uruk tanpa dipadatkan, jembatan diatas sungai dan jurang terbuat dari kayu, saran insinyur SS untuk mebuat terowongan tidak diturut, malahan membuat jalur memutar di samping jurang dan membuat Talud yang konstruksinya amat buruk, Sehingga Kereta yang ditumpangi para romusha anjlok di tempat ini dan jatuh ke jurang, sekaligus menambah jatuhnya banyak korban.

Akhirnya jalan rel ini selesai pada 15 Agustus 1945, bersamaan dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu. Jalan kereta api ini tidak pernah digunakan untuk tujuannya semula, kereta api yang sempat melalui jalan rel ini hanyalah kereta api pengangkut tawanan perang yang telah dibebaskan, setelah itu jalan rel ini ditinggalkan begitu saja. Para romusha dan tawanan perang yang mengorbankan nyawa untuk pembangunan jalan rel ini mati dengan sia-sia.

Jalan kereta api ini dikenal juga sebagai Jalan Kereta Api Maut Sumatera dan ada juga yang menyebutnya Pekanbaru Rail Line, seorang penulis Belanda menyebutnya "The Death Railway".

Sayangnya, apa yang telah dibangun dengan peluh, darah hingga nyawa itu, kini hanya tinggal kenangan saja berupa beberapa rel, lokomotif, dan gerbong di dalam hutan dan kebun warga.

Untuk menghormati Gugurnya para pahlawan ini, akhirnya dibuatlah monumen yang diberi nama Tugu Pahlawan Kerja. Diresmikan pada tahun 1978 oleh gubernur riau saat itu, HR Soebrantas, disana tergores tulisan denganbunyi :

"Wahai kusuma bangsa
Anda diboyong Jepang penguasa bekerja, bekerja dan bekerja.
Nasibmu dihina papa, jasamu tak kulit terurai tulang.
Di sini anda rehat bersama tanpa tahu keluarga.
Tak ada nama dan upacara, namun jasamu dikenang bangsa.
Andalah pahlawan kerja.
Ya Allah keharibaan-Mu kami persembahkan mereka,
ampunilah, rahmatilah mereka."

Tak jauh dari monumen, terdapat sebuah Lokomotif hitam bertulisan C3322 dengan panjang sekitar 10 meter menjadi bukti sejarah bahwa pernah ada lintasan kereta api di Provinsi Riau. Tepat di bawahnya terlihat beberapa kuburan massal yang tak bernama, menjadi saksi bisu terkuburnya para romusha.

Untuk mengenang ribuan tentara asing (POW =Prisoner Of War) yang tewas sebagai romusha dalam pengerjaan kereta api sumatera yang mematikan itu, maka monumen serupa juga diabadikan di Inggris, bertuliskan ”The Sumatera Rail Way” di National Memorial Arboretum in Staffordshire, didirikan Agustus 2001.

Bagi pecinta petualangan, ini bisa menjadi destinasi wisata yang menarik, menelusuri jejak peninggalan masa lalu yang nyaris tak berbekas.

Peta jalur rel itu hingga kini masih ada, tinggal menelusurinya. Bagi anda yang berkunjung kesini bisa menyempatkan berdoa untuk para pahlawan kerja, mengenang jasa mereka, dan menjadi langkah yang baik untuk mengisi kemerdekaan, meberikan motivasi bagi pegawai PT. KAI, yang sebulan yang lalu tepatnya pada tanggal 28-9-2016 merayakan Hari Jadinya yang ke 71, untuk dapat lebih memajukan dan meningkatkan lagi perkeretaapian di Indonesia, Aamiin.

Btw… tidak kalah menarik bagi Anda yang hoby ber Selfie-Ria mengabadikan foto merupakan tempat yang cocok dengan latar belakang lokomotif sehingga memberikan hasil seperti berada pada zaman tempo doeloe.

Source :
http://riauberbagi.blogspot.co.id/2016/05/tugu-Pakan-Baroe-Death-Railway.html
Buku karangan Henk Hovinga : “The Sumatra Railroad: Final destination Pakan Baroe 1943-1945” (5th rev. ed & 1st English ed.); Leiden: KITLV Press, 2010. dan dari sumber lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar