Minggu, 22 September 2013

SELEKTIF DALAM MEMILIH HADITS



Cukup berbesar hati dan membanggakan akhir-akhir ini banyak saudara-saudara Muslimin dan Muslimah yang menyampaikan hadits di media jejaring sosial. Dan jika Anda memiliki akun Facebook, Blackberry Messenger atau Twitter, terbukti bagaimana teman-teman kita, bahkan kita sendiri melakukannya hampir setiap saat.

Hal ini perlu diberikan apresiasi atas inisiatif untuk menyampaikan nasihat, yang salah satunya dengan penyampaian melalui hadits. Hal itu sesuai dengan Firman Allah Swt. dalam Surah Al-Ashr ayat 3 “illaalladziina aamanuu wa'amiluu shshaalihaati watawaasaw bilhaqqi watawaasaw bishshabr”, atau sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, Rassulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).

Hanya saja, kita harus selalu ingat bahwa prinsip dasar dan tujuan utama dalam penyampaian hadits itu untuk saling menasehati, saling mengingatkan, tidak untuk menjadikan Ri’ya, jangan dijadikan kebanggaan atau merasa lebih tahu, lebih pintar, lebih agamis daripada orang lain atau teman-teman kita itu. Dan yang lebih penting lagi dalam menyampaikan hadits tersebut mesti dilihat dulu bagaimana kualitas haditsnya, harus lebih selektif dalam memilih hadits, karena disamping hadits-hadits yang shahih, banyak pula beredar hadits yang dhoif (lemah) dan hadits yang maudhu (palsu) yang tentu saja sangat menyesatkan dan merugikan kita dan teman-teman kita dalam jejaring social, dan menyesatkan kaum muslimin dan muslimah pada umumnya.

PENGERTIAN HADITS
Hadits merupakan kalimat musytaq dari kalimat hadatsa secara bahasa yaitu baru terjadi, sedangkan secara istilah adalah apa yang disandarkan kepada Nabi Saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan shifat tabiat dan akhlaqnya.

HADITS SHAHIH

Pengertian Hadits Shahih
Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu : " Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula cacat"
Definisi hadits shahih secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu:  pertama, apabila diriwayatkan oleh para perawi (periwayat) yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur memahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat), rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi SAW.

HADITS HASAN

Pengertian Hadits Hasan
Hasan secara bahasa adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik. Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar Al-Atsqalani yaitu:
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits shahih adalah sama.

HADITS DHOIF

Pengertian Hadits Dhoif
Dhoif secara bahasa adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu;
 “ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”

Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dha’if yang sangat lemah. Karena kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.

HADITS MAUDHU

Pengertian Hadits Maudhu’’
Secara etimologi, kata Maudhu’’ adalah isim ma’ful dari kata wa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadh-‘an, yang mempunyai arti al-isqath (meletakan atau menyimpan); al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada ada atau membuat-buat), dan al-tarku (ditinggal).

Sedangkan secara terminologis, Ibnu Al-Shalah, yang kemudian diikuti oleh iman Al-Nawawi mendefisinikan Hadits Maudhu’ sebegai “hadits yang diciptakan dan dibuat-buat”.

Sedangkan, Muhammad Al-Jajja Al-Khatib mendefinisikan Hadist Maudhu’ dengan: “hadits yang dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan diada-adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengatakannya, memperbuat, maupun menetapkannya. “

Sementara itu, Mahmud Al-Tahan, mendefinisikan sebagai: “kebohongan yang diciptakan dan diperbuat serta disandarkan kepada Rasulullah SAW. “

Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Subhi Al-Shalih, yang menyatakan bahwa Hadits Maudhu’’ adalah “suatu berita yang diciptakan oleh para pembohong dan kemudian disandarkan kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya mengada-adakan atas nama Beliau.”

Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Hadits Maudhu’ adalah hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian mengatasnamakannya dari Rasulullah SAW.

Hukum Berdusta Atas Nama Nabi

Ulama sepakat bahwa sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam adalah salah satu dosa besar yang diancam pelakunya dengan neraka karena adanya akibat buruk, Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa berdusta atas saya dengan sengaja maka tempatnya di neraka”
( Riwayat Bukhari- Muslim)
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah,  Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Cukuplah seseorang itu berdusta manakala ia menceritakan semua apa yang didengarnya (tanpa disaring lagi).” (HR: Muslim).

Sebab-Sebab Munculnya Pemalsuan Hadits

Polemik politik dan perebutan kekuasaan sepeninggalnya (wafatnya) Utsman radhiyallohu anhu, Ali radhiyallohu anhu, Abu Bakar radhiyallohu anhu, dan Umar radhiyallohu, dimana terjadi terpecahlah belahnya kaum muslimin, dibarengi dengan fanatisme kepada khalifah,  pemimpin, dan Mazhab. Serta adanya tujuan lain yaitu tujuan duniawi dan keserakahan harta, seperti untuk melariskan dagangannya sehingga membuat hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan barang yang dijualnya. Dan tentu saja banyak hadits palsu yang dibuat oleh non muslim dengan maksud untuk mengadu domba sesama kaum muslim dan menjatuhkan martabat agama Islam.

Pengaruh dan Dampak Buruk Tersebarnya Hadits Palsu
Hadits-hadits palsu yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi dampak sangat buruk pada masyarakat Islam, diantaranya munculnya keyakinan-keyakinan yang sesat, munculnya ibadah-ibadah yang bid’ah, membodohi umat islam sendiri, tercerai berainya umat muslim dan menjadikan matinya sunnah.

Wallahua’alam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar