Cukup berbesar hati dan
membanggakan akhir-akhir ini banyak saudara-saudara Muslimin dan Muslimah yang
menyampaikan hadits di media jejaring sosial. Dan jika Anda memiliki akun
Facebook, Blackberry Messenger atau Twitter, terbukti bagaimana teman-teman
kita, bahkan kita sendiri melakukannya hampir setiap saat.
Hal ini perlu diberikan
apresiasi atas inisiatif untuk menyampaikan nasihat, yang salah satunya dengan penyampaian
melalui hadits. Hal itu sesuai dengan Firman Allah Swt. dalam Surah Al-Ashr
ayat 3 “illaalladziina aamanuu wa'amiluu shshaalihaati watawaasaw bilhaqqi
watawaasaw bishshabr”, atau sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah
bin Amr radhiyallahu ‘anhu, Rassulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :“Sampaikanlah
dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari).
Hanya saja, kita harus selalu
ingat bahwa prinsip dasar dan tujuan utama dalam penyampaian hadits itu untuk
saling menasehati, saling mengingatkan, tidak untuk menjadikan Ri’ya, jangan dijadikan
kebanggaan atau merasa lebih tahu, lebih pintar, lebih agamis daripada orang
lain atau teman-teman kita itu. Dan yang lebih penting lagi dalam menyampaikan
hadits tersebut mesti dilihat dulu bagaimana kualitas haditsnya, harus lebih
selektif dalam memilih hadits, karena disamping hadits-hadits yang shahih,
banyak pula beredar hadits yang dhoif (lemah) dan hadits yang maudhu (palsu)
yang tentu saja sangat menyesatkan dan merugikan kita dan teman-teman kita
dalam jejaring social, dan menyesatkan kaum muslimin dan muslimah pada umumnya.
PENGERTIAN
HADITS
Hadits merupakan
kalimat musytaq dari kalimat hadatsa secara bahasa yaitu baru terjadi,
sedangkan secara istilah adalah apa yang disandarkan kepada Nabi Saw baik
berupa perkataan, perbuatan, persetujuan dan shifat tabiat dan akhlaqnya.
HADITS
SHAHIH
Pengertian Hadits
Shahih
Shahih merupakan
kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya
sembuh, sehat, selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu : "
Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki
hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak
pula cacat"
Definisi hadits shahih
secara konkrit baru muncul setelah Imam Syafi’i memberikan penjelasan tentang
riwayat yang dapat dijadikan hujah, yaitu: pertama, apabila diriwayatkan oleh para perawi
(periwayat) yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang
yang jujur memahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan
arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara
lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi
hadits yang dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan
terlepas dari tadlis (penyembuyian cacat), rangkaian riwayatnya bersambung
sampai kepada Nabi SAW.
HADITS
HASAN
Pengertian Hadits Hasan
Hasan secara bahasa
adalah sifat yang menyerupai dari kalimat “al-husna” artinya indah, cantik.
Akan tetapi secara istilah yang dimaksud dengan Hadits Hasan menurut Ibnu Hajar
Al-Atsqalani yaitu:
“Apa yang sanadnya
bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal
sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits
hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang
hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun
sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits
shahih adalah sama.
HADITS
DHOIF
Pengertian Hadits Dhoif
Dhoif secara bahasa
adalah kebalikan dari kuat yaitu lemah, sedangkan secara istilah yaitu;
“ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak
tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya satu syarat dari syarat-syarat
hadits hasan”
Dengan demikian, jika hilang
salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih atau tidak
hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka hadits
tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dha’if yang sangat lemah. Karena
kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar
hukum.
HADITS MAUDHU
Pengertian Hadits
Maudhu’’
Secara etimologi, kata
Maudhu’’ adalah isim ma’ful dari kata wa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadh-‘an, yang
mempunyai arti al-isqath (meletakan atau menyimpan); al-iftira’ wa al-ikhtilaq
(mengada ada atau membuat-buat), dan al-tarku (ditinggal).
Sedangkan secara
terminologis, Ibnu Al-Shalah, yang kemudian diikuti oleh iman Al-Nawawi
mendefisinikan Hadits Maudhu’ sebegai “hadits yang diciptakan dan dibuat-buat”.
Sedangkan, Muhammad
Al-Jajja Al-Khatib mendefinisikan Hadist Maudhu’ dengan: “hadits yang
dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya dibuat-buat dan
diada-adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengatakannya, memperbuat,
maupun menetapkannya. “
Sementara itu, Mahmud
Al-Tahan, mendefinisikan sebagai: “kebohongan yang diciptakan dan diperbuat
serta disandarkan kepada Rasulullah SAW. “
Definisi yang hampir
sama dikemukakan oleh Subhi Al-Shalih, yang menyatakan bahwa Hadits Maudhu’’ adalah
“suatu berita yang diciptakan oleh para pembohong dan kemudian disandarkan
kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya mengada-adakan atas nama Beliau.”
Berdasarkan beberapa
definisi diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Hadits Maudhu’
adalah hadits yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian
mengatasnamakannya dari Rasulullah SAW.
Hukum
Berdusta Atas Nama Nabi
Ulama sepakat bahwa
sengaja berdusta atas nama Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam adalah salah
satu dosa besar yang diancam pelakunya dengan neraka karena adanya akibat buruk, Rasulullah
shallallohu alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa berdusta
atas saya dengan sengaja maka tempatnya di neraka”
( Riwayat Bukhari-
Muslim)
Diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, Rasululloh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Cukuplah seseorang itu berdusta manakala ia menceritakan
semua apa yang didengarnya (tanpa disaring lagi).” (HR: Muslim).
Sebab-Sebab
Munculnya Pemalsuan Hadits
Polemik politik dan perebutan
kekuasaan sepeninggalnya (wafatnya) Utsman radhiyallohu anhu, Ali radhiyallohu
anhu, Abu Bakar radhiyallohu anhu, dan Umar radhiyallohu, dimana terjadi terpecahlah belahnya
kaum muslimin, dibarengi dengan fanatisme kepada khalifah, pemimpin, dan Mazhab. Serta adanya tujuan lain yaitu tujuan duniawi dan keserakahan harta, seperti untuk melariskan dagangannya sehingga membuat
hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan barang yang dijualnya. Dan tentu saja
banyak hadits palsu yang dibuat oleh non muslim dengan maksud untuk mengadu
domba sesama kaum muslim dan menjatuhkan martabat agama Islam.
Pengaruh
dan Dampak Buruk Tersebarnya Hadits Palsu
Hadits-hadits palsu
yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi dampak sangat buruk pada
masyarakat Islam, diantaranya munculnya keyakinan-keyakinan yang sesat, munculnya
ibadah-ibadah yang bid’ah, membodohi umat islam sendiri, tercerai berainya umat
muslim dan menjadikan matinya sunnah.
Wallahua’alam bish
shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar